1.
Tritura (tri tuntutan rakyat)
Aksi yang di lakukan oleh Gerakan 30
September segera diketahui oleh masyarakat bahwa PKI terlibat di dalamnya. Oleh
karena itu banyak elemen masyarakat yang melakukan demonstrasi menuntut kepada
pemerintah untuk membubarkan PKI dan ormasnya. Akan tetapi pemerintah tidak
segera mengambil tindakan yang tegas terhadap PKI.
Pada tanggal 10 Januari 1966 KAMI
dan KAPPI mempelopori kesatuan-kesatuan aksi yang tergabung dalam front
Pancasila mendatangi DPR-GR menuntut Tritura. Adapun tuntutan tersebut adalah :
a.
Pembubaran PKI
b.
Pembersiahan kabinet dari
unsur-unsur G 30 S/PKI
c.
Penurunan harga/perbaikan ekonomi
Ketiga tuntutan diatas menginginkan
perubahan di bidang politik, yakni pembubaran PKI besrta ormasnya dan
pembersihan kabinet dari unsur G 3o S/PKI. Selain itu juga keinginan adanya
perubahanekonomi yakni penurunan harga.
2.
Surat Perintah Sebelas Maret
Aksi untuk menentang terhadap G 30
S/PKI semakin meluas menyebabkan pemerintah merasa tertekan. Olekh karena itu
setelah melakukan pembicaraan dengan beberapa anggota kabinet dan perwira ABRI
di istana Bogor pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Sukarno akhirnya
menyetujui memberikan perintah kepada Letnan Jendral Suharto sebagai Panglima
Angkatan Darat dan Pangkopkamtib untuk memulihkan keadaan dan wibawa
pemerintah. Surat mandat ini terkenal dengan nama Surat Perintah Sebelas Maret
1966 (supersemar).
3.
Sidang Umum MPRS
Sidang Umum IV MPRS yang di
selenggarakan pada tanggal 17 Juni 1966 telah menghasilkan beberapa ketetapan
yang dapat memperkokoh tegaknya orde baru antara lain sebagai berikut :
a. Ketetapan MPRS No. IX tentang pengukuhan Surat Perintah
Sebelas Maret.
b. Ketetapan MPRS No. XXV tentang Pembubaran PKI dan ormasnya
serta larangan menyebar ajaran marxisme- komunisme Indonesia.
c. Ketetapan MPRS No. XXIII tentang Pembaruan Landasan
Kebijakan Ekonomi, keungan, dan Pembangunan.
d. Ketetapan MPRS No. XIII tentang Pembentukan Kabinet Ampera
yang di tugaskan kepada Pengemban tap MPRS no. IX.
4.
Nawaksara
MPRS meminta pertanggungjawaban
terhadap Presiden Sukarno dalam sidang umum MPRS 1966 atas terjadinya
pemberontakan G30S/PKI, kemerosotan ekonomi dan moral. Untuk memenuhi
permintaan MPRS tersebut maka presiden Sukarno menyampaikan amantnya pada
tanggal 22 Juni 1966 yang berjudul Nwaksara (sembilan pasal). Amanat tersebut
oleh MPRS dipandang tidak memenuhi harapan rakyat.
Oleh karena itu pada tanggal 10
Januari 1966 Presiden Sukarno memberikan pelengkap Nawaksara. Akan tetapi
isisnya juga tidak bisa memuaskan banyak pihak. Pada tanggal 22 Februari 1967
Presiden Sukarno menyerahkan kekuasaan kepada pengemban ketetapan MPRS No. IX,
Jendral Suharto. Peristiwa penyerahan kekuasaan yang di lakauakan atas prakarsa
Presiden Soekarno ini merupakan peristiwa penting dalam upaya mengatasi situasi
konflik pada waktu itu. Penyerahan kekuasaan ini ternyata mendapat tanggapan
yang positif dari masyarakat umum dan ABRI.
5.
Politik Luar Negeri
Politik luar negeri Indonesia pada
masa yang condong kepada salah satu blok. Pada msa Demokrasi Terpimpin
merupakan pengalaman pahit bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu orde baru
bertekad untuk mengoreksi bentuk-bentuk penyelewengan politik luar negeri
Indonesia pada masa orde lama.
Memihak kepada salah satu blok
dinyatakan salah oleh MPRS. Indonesia harus kembali ke politik luar negeri yang
bebas dan aktif serta tidak memencilkan diri. Landasan kebijakan politik luar
negeri : Tap No. XII/ MPRS / 1966. Menurut rumusan MPRS bahwa politik luar
negeri RI mengabdiakn diri kepada kepentingan nasional.
Untuk mewujudkan politik luar negeri
yang aktif dan bebas dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menghentikan politik konfrontasi dengan malaisia setelah di
tanda tanganinya persetujuan pada tanggal 11 agustus 1966, sejak 31 agustus1967
kedua pemerintah telah membuka hubungan.
b. Indonesia kembali menjadi anggota PBB pada tanggal 28
september 1966.
c. Indonesia ikut memprakarsai terbentuknya ASEAN pada tanggal
8 Agustus 1967.
6.
Pemilihan Umum
Pemilihan umum pada masa orde baru
pertama kali 3 Juli 1971. Pada waktu itu pemilu menggunakan sistem distrik,
distrik yaitu partai-partai harus memeperebutkan perwakilan yang d sediakan
untuk suatu daerah.
Pemilu tahun 1977 diikuti 10
kontestan, yaitu : PKRI, NU, Parmusi, Parkindo, Murba, PNI, dan Golkar. Pemilu
berikutnya pada tanggal 2 Meia 1977 diikuti 3 organisasi yaitu : PPP, Golkar,
dan PDI. Selanjutnya pemuli-pemilu di Indonesia selama orde baru selalu di
menangkan oleh partai Golkar (golongan karya).
7.
Sidang MPR Tahun 1973
Dengan pemilu I 1971, maka untuk
pertama kali RI mempunayai MPR tetap, yaitu bukan MPRS. Pimpinan MPR dan DPR
hasil pemilu I adalah idham chalid. Selanjutnya MPR ini mengadakan sidang pada
bulan Maret 1973 yang menghasilkan beberapa keputusan yang diantaranya sebagai
berikut :
a. Tap IV /MPR /73 tentang garis besar haluan negara sebagai
pengganti manipol.
b. Tap IX /MPR /73 tentang pemilihan Jendral Soeharto sebagai
presiden RI.
c. Tap XI /MPR /73 tentang pemilihan Sri Sultan Hamengkubuwana
IX sebagai wakil presiden RI.
Denagn demikian RI telah memiliki
presiden dan wakil presiden sesuai dengan amanat UUD 1945.
13 komentar:
Gak salah ini informasinya ?
Argado
Argado
Argado
Kapu
ok re. serah lu
bantuin tugas sejarah.....
siap re
hai rey
ppl
iyah
Posting Komentar